0


 MEMBANGUN KADER PARIPURNA MELALUI PEDOMAN PERKADERAN HMI


Oleh: Tarmiji

Peserta Senior Course HMI Cabang Mempawah

10–16 Mei 2025


Abstrak

Pedoman Perkaderan HMI merupakan landasan utama dalam menjalankan proses pembinaan kader secara terarah, sistematis, dan berkelanjutan. Artikel ini mengulas pentingnya pedoman perkaderan dalam menjaga orientasi ideologis dan kualitas kaderisasi di tubuh Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), sekaligus menelaah sejarah berdirinya HMI sebagai organisasi kader dan perjuangan. Ditulis berdasarkan pengalaman pelatihan Senior Course HMI Cabang Mempawah, tulisan ini menegaskan bahwa keberhasilan pengkaderan bergantung pada kesetiaan terhadap nilai dasar perjuangan HMI dan konsistensi menjalankan sistem kaderisasi sesuai pedoman yang berlaku.



---


Pendahuluan

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) didirikan pada 5 Februari 1947 di Yogyakarta oleh Lafran Pane bersama 14 mahasiswa Sekolah Tinggi Islam. HMI lahir dalam semangat mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia sekaligus memperjuangkan nilai-nilai keislaman dalam kehidupan berbangsa. Sebagai organisasi kader dan perjuangan, HMI memiliki tanggung jawab untuk menyiapkan generasi intelektual Muslim yang berorientasi pada keummatan dan kebangsaan.


Untuk menjalankan tugas tersebut, HMI menyusun Pedoman Perkaderan sebagai pijakan ideologis dan operasional dalam proses pembinaan kader. Dokumen ini menjadi rujukan dalam menyelenggarakan pelatihan formal seperti Basic Training (LK I), Intermediate Training (LK II), hingga Senior Course, sebagai jenjang tertinggi dalam jenjang pelatihan perkaderan.



---


Pedoman Perkaderan: Pilar Ideologis dan Metodologis

Pedoman Perkaderan HMI bukan sekadar panduan teknis, tetapi merupakan dokumen ideologis yang memuat nilai, tujuan, prinsip, dan mekanisme kaderisasi. Di dalamnya terdapat kerangka dasar yang mencakup:


1. Tujuan Perkaderan

Membentuk kader Muslim intelektual yang memiliki integritas, spiritualitas, dan kapasitas kepemimpinan dalam konteks keummatan dan kebangsaan.



2. Prinsip Perkaderan


Bersifat integral dan sistemik.


Mengedepankan aspek intelektualitas, spiritualitas, dan sosial kemasyarakatan.


Membangun kesadaran historis dan tanggung jawab sosial kader.




3. Tahapan dan Jenjang Pelatihan

Proses kaderisasi HMI terdiri dari jenjang formal dan informal. Jenjang formal dimulai dari LK I (Basic), LK II (Intermediate), dan Senior Course. Sementara kaderisasi informal dilakukan melalui diskusi, mentoring, forum kajian, dan aktivitas organisasi lainnya.



4. Evaluasi dan Rekruitmen

Pedoman Perkaderan juga menekankan pentingnya evaluasi kader dan sistem rekruitmen yang objektif serta berbasis kebutuhan perjuangan HMI.





---


Senior Course dan Posisi Strategisnya dalam Perkaderan HMI

Senior Course sebagai jenjang pelatihan tertinggi merupakan titik puncak pembentukan kesadaran kader sebagai agen perubahan yang memiliki tanggung jawab keummatan dan kebangsaan secara lebih luas. Dalam pelatihan ini, peserta dituntut tidak hanya memahami nilai-nilai HMI secara konseptual, tetapi juga mampu merumuskan strategi transformasi sosial secara nyata.


Materi dalam Senior Course disusun untuk mendorong peserta berpikir strategis, analitis, serta menumbuhkan kepemimpinan moral dan intelektual yang mampu menjawab tantangan zaman.


Pedoman Perkaderan HMI menjamin bahwa pelatihan ini tidak lepas dari nilai dasar HMI yaitu:


Keislaman (menjaga spiritualitas kader dalam nilai-nilai Islam yang progresif),


Keindonesiaan (membangun nasionalisme yang berlandaskan keadilan dan kemanusiaan),


Keilmuan (menumbuhkan tradisi berpikir kritis dan saintifik), dan


Keorganisasian (mempersiapkan kader sebagai pemimpin masa depan).




---


Implementasi dan Tantangan Aktualisasi Pedoman

Dalam pelatihan Senior Course HMI Cabang Mempawah tahun 2025, pelaksanaan materi pedoman perkaderan menunjukkan bahwa aktualisasi dokumen ini menghadapi berbagai tantangan:


Tantangan Konsistensi dan Komitmen

Banyak cabang yang belum sepenuhnya menginternalisasi pedoman ini dalam proses pelatihan. Masih ditemukan pelatihan yang hanya bersifat seremoni tanpa pencapaian visi kaderisasi yang utuh.


Tantangan Kontekstualisasi Nilai

Nilai-nilai dasar HMI harus terus diperbarui dalam interpretasi dan pendekatannya agar relevan dengan dinamika sosial, politik, dan teknologi saat ini.


Kebutuhan Kaderisasi Berbasis Tantangan Zaman

Pedoman perlu dikembangkan menjadi sistem perkaderan adaptif—yang mampu menjawab isu-isu seperti digitalisasi, disinformasi, krisis moral, hingga polarisasi sosial.




---


Kesimpulan

Pedoman Perkaderan HMI adalah napas dari setiap proses kaderisasi di HMI. Dokumen ini menegaskan bahwa kaderisasi bukanlah aktivitas biasa, tetapi merupakan strategi jangka panjang untuk membentuk insan cita: "Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT."


Sebagai peserta Senior Course HMI Cabang Mempawah tahun 2025, saya menyaksikan langsung bagaimana kekuatan dan kelemahan aktualisasi pedoman perkaderan bisa menentukan kualitas kader masa depan. Karenanya, diperlukan komitmen kolektif untuk menjadikan pedoman ini sebagai rujukan utama dalam setiap proses pembinaan kader, bukan hanya sebagai dokumen administratif.


Dengan sistem perkaderan yang konsisten, adaptif, dan berbasis nilai, HMI akan tetap relevan sebagai organisasi kader yang menjawab tantangan zaman dan tetap menjadi pelita di tengah masyarakat.



---


Referensi:


1. PB HMI. (2010). Pedoman Perkaderan HMI. Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam.



2. Nasution, Harun. (1985). Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran. Mizan.



3. Pane, Lafran. (1951). Gagasan Dasar HMI dan Tanggung Jawab Intelektual Muslim. Arsip HMI.



4. Zuhdi, Muhammad. (2020). Pendidikan Islam dan Modernitas. Jakarta: Rajawali Pers.



5. HMI Cabang Mempawah. (2025). Laporan Penyelenggaraan Senior Course HMI. Internal Document.

Next
Posting Lebih Baru
Previous
This is the last post.

Posting Komentar

 
Top